Quantcast
Channel: Slamet Riyadi
Viewing all articles
Browse latest Browse all 185

Saya Benci Para Pendaki dan Pelancong?

$
0
0
Gereja Merpati, Ayam atau Burung, Mei 2013

Sepertinya ada yang salah dengan Jargon Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak kaki, Buktinya masih ada saja yang meninggalkan jejak berupa coretan pilox bertuliskan nama orang, tulisan gak jelas yang lebih dikenal dengan Vandalisme di Gereja Merpati. Jangan mengambil apapun kecuali foto. Iya foto, gara gara foto itu dengan hastag #gerejaburung yang saya unggah bulan mei 2013 di instagram, jadi banyak alay yang ke sana dan mencorat coret bangunan gereja dan mengunggahnya ke sosmed dan seterusnya. Jangan membunuh apapun kecuali waktu, iya kita sudah membunuh waktu, membunuh waktu orang lain yang sudah susah payah untuk membangun bangunan tersebut. Lalu sebenarnya apa yang salah?

Pemandangan perbukitan, diintip dari dalam Gereja

Suasana Dalam Gereja Merpati
Pagi itu di pertengahan bulan mei 2013, ketika libur hari raya Waisak, Kawasan Karangrejo masih diselimuti halimun. Kami bergegas turun dari Puntuk Stumbu untuk menuju ke sebuah Gereja berbentuk Burung Merpati. Letaknya sekitar 1 kilometer dari parkiran Tuk Stumbu, Tepatnya di Dusun Gombong Desa Kembanglimus Kecamatan Borobudur.

Unik, adalah satu kata yang mewakilinya. Namun saya tidak akan membahas sejarah berdirinya, konflik atau arsitektur Gereja yang mirip Burung Merpati ini. Waktu itu akses ke sini kita harus jalan kaki, melewati perkebunan warga dengan ilalang yang lumayan tinggi. Jalurnya juga tidak halus, berupa bebatuan kali licin yang disusun bercampur tanah yang kadang hanyut saat hujan deras. Waktu kami ke sini, kesan bagunan ini benar benar singup dan dingin. Ilalang begitu lebat, banyak lutut,  tembok runtuh dan sarang laba laba. Walaupun begitu, bangunan masih bersih tanpa corat coret pilox. Coba lihat sekarang! #duh



Vandalisme dimana mana. Gereja Burung kini, Juni 2015

"SAKIT" orang yang corat coret itu benar benar sakit, sepertinya perlu rehabilitasi dan diajari etika. LALU SALAH SIAPA? Ada rasa bersalah dan tanggung jawab ketika Gereja Burung ini mulai ramai dikunjungi. Hal itu tidak lepas dari andil para blogger dan sosmed yang memamerkan dan menyebar luaskannya.

Pasar kaget di Puncak Gunung Andong

Hal senada juga terjadi di Gungung Andong,  Gunung Lawu,  gunung Prau dan Gunung Semeru seperti foto di atas. Kini gunung tak ubahnya seperti pasar. Untuk berjalan saja susah, takut tersangkut tali dan pasak tenda lalu ada yang nyemplung jurang, apalagi untuk lari?

Ada 3 kekhawatiran bila pengunjung terlalu banyak, pengunjung alay dan tidak tau etika:
1. Rusaknya ekosistem gunung
2. Sampah
3. Valdalisme

Bagaimana mengatasinya?

Untuk Pengelola, misalkan ada pengelola atau yang menarik karcis masuk. Bisa mengantisipasinya dengan menyisir dan memeriksa barang bawaan pengunjung supaya barang seperti pilox, spidol, tip-x tidak bisa dibawa naik. Bisa juga diharuskan memberikan peraturan "wajib meninggallkan uang/barang jaminan, dan akan hangus bila ketika turun tidak membawa sampah 2-3 kilo, termasuk sampah pribadi supaya terjaga kebersihannya. Juga memberikan peraturan bagi siapa yang kedapatan melakukan 3 kekhawatiran tersebut dikenakan denda/hukuman yang tegas dan tertulis.

Bagi Pengunjung, Mungkin inilah hal yang paling sulit karena pasti akan semakin banyak. namun tidak mustahil untuk terus mengedukasi, menumbuhkan kesadaran dan rasa saling memiliki. Supaya tidak merusak alam, nyampah dan vandalisme.

Saya Benci Para Pendaki dan Pelancong yang merusak, tidak tau etika, suka nyampah dan vandalime. Silakan bila ada alay yang bilang lebay atau sok peduli. Yang jelas Berawal dari kekhawatiran saya dengan kondisi tempat bermain saya yang kamu corat coret kemudian ditambah kondisi pilar pilar bumi yang kini mirip seperti pasar.

Untuk penutup, saya menerima ide, kritikan dan saran, silakan tuliskan di kolom komentar.

Pranala:
1. Gunung Telomoyo dan Andong

Viewing all articles
Browse latest Browse all 185

Trending Articles